
Di Indonesia, masyarakat mempunyai pilihan untuk membeli produk asuransi syariah atau konvensional. Lalu, apa saja perbedaannya? Mari simak uraian lengkap tentang perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional dalam artikel ini!
Banyaknya penganut agama Islam di Indonesia membuat asuransi syariah menjadi salah satu insurance yang banyak diminati. Perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional cukup mencolok dan masing-masing memiliki keunggulan serta kekurangan sesuai dengan kebutuhan calon pembeli polis.
Kemunculan Islamic insurance di Indonesia dimulai pada tahun 1994 dengan didirikannya Takaful Indonesia. Sejak saat itu, lembaga-lembaga keuangan lainnya pun ikut meluncurkan produk proteksi yang disesuaikan dengan ajaran Alquran dan Rasulullah saw. ini.
Seiring berjalannya waktu, Islamic insurance menawarkan beragam produk proteksi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Misalnya saja adalah asuransi jiwa dan asuransi kesehatan yang diluncurkan oleh perusahaan-perusahaan insurance swasta.
Jika tertarik untuk mengetahui lebih jauh apa saja perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional, informasi lengkapnya dapat Anda simak dalam pembahasan di bawah ini.
Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
Menurut Dewan Syariah Nasional, pengertian asuransi syariah ialah sebuah usaha untuk saling melindungi dan saling tolong menolong di antara sejumlah orang, di mana hal ini dilakukan melalui investasi dalam bentuk aset (tabarru) yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Sementara itu, pengertian asuransi konvensional secara umum adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis untuk mendapatkan jaminan proteksi ganti rugi secara finansial. Sebagai gantinya, pemegang polis diwajibkan untuk membayar premi setiap bulannya.
Dari pengertiannya, mungkin Anda sudah bisa mengetahui sedikit perbedaan kedua insurance tersebut. Untuk informasi lebih lengkapnya, perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional dapat dibagi menjadi 10 poin berikut ini:
1. Sistem Perjanjian
Perjanjian atau polis merupakan elemen penting dalam transaksi pembelian produk asuransi antara calon nasabah dan pihak insurance. Sehingga, baik Islamic insurance ataupun conventional insurance mempunyai sistem perjanjian yang berbeda.
Islamic insurance akad atau perjanjian yang digunakan menjadi landasan adalah akad takaful yang bisa diartikan sebagai tolong menolong. Apabila salah satu nasabah mengalami musibah atau kecelakaan, maka nasabah lain akan membantu dengan mengumpulkan dana tabarru’ (dana sosial).
Sedangkan untuk asuransi konvensial menggunakan prinsip akad tabaduli atau jual beli. Sistem perjanjian ini mengharuskan adanya kejelasan hal-hal, seperti penjual, pembeli, objek yang diperjualbelikan, harga, dan ijab qabul. Sehingga, setiap pihak dapat saling memahami dan menyetujui transaksi yang terjadi.
2. Kepemilikan Dana
Perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional selanjutnya adalah tentang kepemilikan dana. Berdasarkan sistem perjanjian yang dipakai, dana asuransi dalam Islamic insurance menjadi milik semua nasabah. Pihak asuransi hanya berperan sebagai pengelola dana saja.
Sebaliknya, dana asuransi yang berasal dari pembayaran premi nasabah dalam asuransi konvensional adalah milik perusahaan insurance. Sehingga, perusahaan akan memiliki kewenangan penuh terhadap pengalokasian dan pengelolaan dana asuransi.
3. Pengelolaan Dana
Dalam asuransi syariah, pengelolaan dana bersifat transparan dan digunakan secara maksimal untuk mendatangkan keuntungan bagi para nasabah. Degan begitu, manfaat dan perlindungan kepada nasabah dapat diproses dengan optimal.
Sementara itu, pihak insurance akan menentukan jumlah besaran premi beserta biaya-biaya polis asuransi lainnya dalam asuransi konvensional. Hal itu dilakukan agar perusahaan bisa mendapatkan keuntungan dan pendapatan sebesar-besarnya untuk perusahaan itu sendiri.
Baca juga: Profil dan Jenis Produk Asuransi Bumiputera
4. Pengelolaan Risiko
Perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional selanjutnya adalah tentang pengelolaan risiko saat terjadi kecelakaan atau musibah pada nasabah. Dalam Islamic insurance, pengelolaan risiko dilakukan dengan menggunakan prinsip sharing of risk, yakni risiko dibagi kepada peserta dan perusahaan asuransi itu sendiri.
Sedangkan dalam insurance umum menggunakan prinsip transfer of risk dalam pengelolaan risikonya. Sistem ini membebankan risiko dari tertanggung (peserta asuransi) kepada pihak insurance yang memiliki peran sebagai penanggung, sesuai dengan kesepakatan dalam polis. Misalnya saja dalam pembiayaan ganti rugi asuransi mobil, kesehatan, perjalanan.
5. Pembagian Keuntungan
Tidak hanya memberikan jaminan perlindungan, produk asuransi juga mendatangkan keuntungan secara finansial. Untuk pemegang polis Islamic insurance, semua keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan asuransi dari pengelolaan dana insurance akan dibagikan kepada semua nasabah.
Sayangnya, hal yang sama tidak dianut dalam prinsip asuransi konvensional. Alasannya, keuntungan dari tipe insurance ini hanya akan menjadi hak milik dari perusahaan asuransi tersebut sebagai pemilik dan pengelola dana insurance.
Meskipun tidak ada pembagian keuntungan dari pengelolaan dana insurance, tapi asuransi konvensional memberikan manfaat no-claim bonus. Bonus ini akan diberikan kepada nasabah apabila patuh membayar premi setiap bulan dan tidak mengajukan klaim selama jangka waktu tertentu.
6. Wakaf dan Zakat
Sesuai dengan namanya, pengelolaan Islamic insurance dilakukan berdasarkan syariat Islam. Sehingga, asuransi ini menghimbau para nasabahnya untuk melakukan wakaf dan zakat.
Pengertian wakaf secara umum adalah penyerahan hak milik atau harta benda yang tahan lama kepada penerima wakaf (nazhir) yang bertujuan demi kemaslahatan umat. Nasabah dapat mewakafkan manfaat insurance berupa nilai tunai polis atau dana santunan orang meninggal dunia.
Sementara itu, zakat adalah harga tertentu yang wajib diberikan oleh penganut agama Islam kepada orang-orang yang berhak menerima bantuan, contohnya adalah golongan fakir miskin. Dalam konsep asuransi syariah, zafat memiliki sifat wajib dan dananya diambil dari besarnya keuntungan perusahaan.
Sementara itu, wakaf dan zakat tidak ditemukan dalam praktik asuransi konvensional. Para nasabah diharuskan untuk membayar premi dan biaya-biaya polis lainnya yang telah disepakati bersama.
Baca juga: Begini Cara Klaim Asuransi Mobil Kredit Supaya Tidak Ditolak
7. Klaim dan Pelayanan
Salah satu dari beragam perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional lainnya adalah dalam permasalahan klaim serta pelayanan. Jika memegang polis asuransi syariah, maka nasabah bisa mendapatkan proteksi biaya rawat inap di rumah sakit untuk semua anggota keluarga.
Sehingga, satu polis Islamic insurance dapat digunakan untuk semua keluarga tanpa perlu membeli polis asuransi lagi. Selain itu, sistem yang digunakan juga memakai penggunaan kartu atau cashless untuk membayar semua tagihan ada.
Beda halnya dengan asuransi konvensional, polis health insurance hanya bisa diklaim jaminan biaya rawat inapnya untuk pemegang polis saja. Oleh sebab itu, setiap anggota keluarga perlu membeli polis masing-masing dengan premi yang dikenakan lebih tinggi oleh perusahaan insurance.
Keunggulan lainnya dari Islamic insurance adalah nasabah dapat melakukan double claim. Artinya, nasabah tetap bisa mendapatkan klaim yang diajukan walaupun telah mendapatkan manfaat proteksi dari asuransi yang lain.
8. Pengawasan
Pengelolaan asuransi syariah diawasi secara ketat dan dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) yang keanggotaannya dibentuk langsung oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tugas dari dewan ini adalah untuk mengawasi segala bentuk pelaksanaan prinsip ekonomi syariah di Indonesia, termasuk dalam mengeluarkan hukum dan fatwa yang mengaturnya.
Selanjutnya, setiap lembaga keuangan syariah harus diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dewan ini berperan sebagai perwakilan dari DSN yang bertugas untuk memastikan lembaga tersebut sudah menerapkan prinsip syariah dengan benar.
Tugas lain dari DSN adalah menimbang segala bentuk harta yang diasuransikan oleh nasabah. Umumnya, dewan akan mempertanyakan asal, sumber, dan manfaat yang dihasilkan oleh harta tersebut apakah bersifat halal atau haram.
Pengelolaan serupa tidak dilakukan dalam asuransi konvensional karena insurance ini hanya melihat nilai dan premi yang telah ditetapkan dalam polis. Pengoperasian perusahaan penyedia insurance sendiri dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
9. Instrumen Investasi
Persoalan tentang investasi menjadi salah satu dari sekian perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional. Dalam Islamic insurance, investasi hanya boleh dilakukan pada kegiatan usaha yang menerapkan prinsip syariah dan bersifat halal.
Sehingga, apabila suatu kegiatan usaha mengandung unsur haram dalam kegiatannya, maka investasi itu tidak bisa dilakukan. Kegiatan-kegiatan usaha yang dicap haram di antaranya adalah:
- Perjudian atau permainan yang jatuhnya bersifat seperti judi.
- Perdagangan yang melanggar prinsip syariah, misalnya perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa serta perdagangan dengan permintaan atau penawaran palsu
- Jasa keuangan ribawi, atau bank yang seluruh pengelolaan keuangannya berbasis bunga
- Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (ghahar)
Selain itu, bentuk investasi lainnya yang dilarang dalam asuransi syariah adalah barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI, serta transaksi yang mengandung unsur suap (risywah).
Pengelolaan berdasarkan prinsip syariah tentunya tidak diterapkan dalam asuransi konvensional karena semua dana insurance menjadi hak milik perusahaan seutuhnya. Perusahaan akan melakukan investasi pada instrumen yang bisa memberikan keuntungan sebesar-besarnya.
Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa perusahaan asuransi konvensional tidak akan mempertimbangkan halal atau haramnya sebuah instrumen investasi. Kewenangan penuh untuk mengelola dana insurance dimiliki oleh perusahaan, bukan pemegang polis. Hal itu termasuk dalam memilih jenis investasi yang akan digunakan.
10. Dana Hangus
Perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional yang terakhir berkaitan dengan dana hangus. Umumnya, dana hangus adalah dana yang tidak diklaim hingga masa pertanggungan berakhir. Contoh kasusnya adalah pemegang polis yang membeli produk asuransi jiwa tapi tidak meninggal dunia hingga masa perlindungan berakhir.
Konsep dana hangus tidak berlaku dalam penerapan asuransi syariah karena nasabah tetap bisa mengambil uangnya. Meskipun begitu, mungkin ada sebagian kecil dari uang nasabah yang nantinya diikhlaskan sebagai dana tabarru.
Baca juga: Asuransi Pendidikan Anak Terbaik untuk Mempersiapkan Masa Depan yang Cerah demi Sang Buah Hati
Sudah Paham tentang Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional?
Demikian penjelasan lengkap mengenai apa saja yang beda dari asuransi syariah dan asuransi konvensional. Dengan mengetahui perbedaan-perbedaan tersebut, Anda sebagai calon pemegang polis dapat bersikap bijak dalam menentukan polis asuransi apa yang akan Anda beli.
Asuransi syariah dan konvensional memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing dan didasarkan pada kebutuhan calon nasabah. Yang terpenting adalah, apa pun pilihan insurance yang Anda pilih, pastikan bahwa pihak asuransi terdaftar dan diawasi OJK atau DSN. Dengan begitu, Anda tidak akan menjadi korban dari perusahaan insurance fiktif.
Selain artikel ini, masih banyak artikel informatif seputar finansial lainnya yang bisa Anda jumpai di Opsiku. Beberapa di antaranya adalah penjelasan tentang polis asuransi, macam-macam health insurance, dan cara klaim asuransi mobil lecet. Selamat membaca.